Selasa, 06 Desember 2016

REWARD DAN PUNISHMENT PERSPEKTIF MANAJAMEN ISLAM


A.    Pengertian Sistem Reward dan Punishment
Reward dan punishment merupakan suatu konsep yang dikembangkan dari suatu konsep manajemen sumber daya manusia, terutama ditujukan dalam rangka memotivasi seseorang untuk melakukan kebaikan dan meningkatkan prestasinya. Kedua metode ini sudah cukup lama dikenal dalam dunia kerja. Tidak hanya dalam dunia kerja, dalam dunia pendidikan pun kedua ini kerap kali digunakan.[1] Reward dan punishment juga sering disebut dengan manajemen bonus dalam suatu suatu oganisasi, dan menjadi prioritas dalam mengambil penilaian terhadap kinerja karyawan yang dilakukan oleh pimpinan.
            Selain upah yang dibayarkan secara tetap sesuai dengan posisi atau jabatan pekerja, ada juga sistem pembayaran yang lain, yakni insentif atau reward (bonus). Reward atau bonus merupakan tambahan upah yang diterima pekerja atau karyawan karena ada sesuatu hal.[2] Apabila kinerja kerja karyawan meningkat atau mencapai target tertentu maka akan mendapatkan reward dalam bentuk pembayaran berupa uang atau dalam bentu lainnya selain dari pada gaji yang telah ditentukan.
Secara bahasa reward berasal dari bahasa Inggris yang diartikan sebagai ganjaran, hadiah, upah dan penghargaan.[3] Reward adalah situasi atau pernyataan lisan yang bisa menghasilkan kepuasan atau menambah kemungkinan suatu perbuatan yang dikerjakan.[4] Dalam bahasa Arab padanan kata reward adalah targhib. Targhib adalah suatu motivasi untuk mencapai tujuan keberhasilan mencapai tujuan yang memuaskan motivasinya dianggap sebagai ganjaran atau balasan yang menimbulkan  perasaan senang.[5] Al-Nahlawi mendefinisikan  targhib sebagai janji yang disertai dengan bujukan dan rayuan untuk menunda kemaslahatan, kelezatan, kenikmatan, namun penundaan itu bersifat pasti baik dan murni, serta dilakukan  melalui amal shaleh atau pencegahan diri dari kelezatan yang membahayakan (pekerjaan buruk).[6] Targhib juga diartikan, tanda jasa, penghargaan, hadiah, imbalan, ganjaran.[7]
Reward  merupakan suatu cara untuk meningkatkan produktivitas kerja karyawan dan perilaku seseorang sehingga dapat mempercepat pelaksanaan pekerjaan yang dibebankan dan pada akhirnya target atau tujuan yang ingin dicapai dapat terlaksana dengan baik.
Menurut Manullang reward merupakan suatu sarana motivasi  atau sarana yang dapat menimbulkan dorongan dan merupakan salah satu jenis penghargaan yang dikaitkan dengan prestasi kerja, yang diberikan dalam bentuk uang atau penghargaan yang ditetapkan berdasarkan prestasi, semakin tinggi prestasi kerjanya, semakin besar pula reward yang diberikan.[8]
T. Hani Handoko mengemukakan bahwa reward merupakan suatu alat untuk meningkatkan produktifitas kerja karyawan dan perilaku seseorang sehingga dapat mempercepat pelaksanaan pekerjaan yang dibebankan dan akhirnya target atau tujuan yang ingin dicapai terlaksana dengan baik.[9]
Reward  juga diartikan sebagai ganjaran, hadiah, penghargaan atau imbalan. Dalam konsep manajemen, reward merupakan salah satu alat untuk peningkatan motivasi para pegawai. Ganjaran (reward) adalah alat pendidikan represif yang menyenangkan. Atau dikatakan juga, bahwa ganjaran adalah penilaian yang bersifat positif terhadap terhadap kinerja.[10] Dari pengertian diatas dapat kita pahami bahwa reward adalah sistem imbalan yang dirancang untuk memotivasi para karyawan agar meningkatkan prestasi dan efesiensi sehingga hasil karya mereka di atas standar yang tentukan.
Sedangkan pengertian punishment atau hukuman yang telah dikemukakan oleh para ahli adalah antara lain oleh A.D. Indra Kusuma, punishment adalah tindakan yang dijatuhkan kepada seseorang secara sadar dan sengaja sehingga menimbulkan nestapa, dan dengan adanya nestapa itu orang yang bersangkutan  akan menjadi sadar akan perbuatannya  dan berjanji di dalam hatinya untuk tidak mengulanginya.[11] Menghukum adalah memberikan atau mengadakan nestapa/ penderitaan dengan sengaja kepada seseorang yang berada dibawah pengawasan kita dengan maksud supaya penderitaan  itu betul-betul dirasakannya untuk menuju kearah perbaikan.[12] Dalam bahasa Arab, punishment atau sanksi atau hukuman diistilahkan dengan “iqab, jaza’ dan uqubah”. Iqab ini dilakukan sebagai usaha preventif dan refresif yang tidak menyenangkan bagi orang yang berbuat kesalahan.[13] Iqab yang dimaksud bukan hanya hukuman fisik belaka, tapi juga hukuman yang bersifat psikis yang bertujuan untuk menghentikannya dari kesalahan  dan kejahatannya.
Dari beberapa  definisi yang telah dipaparkan di atas dapat disimpulkan bahwa reward dan punishment  adalah pemberian hadiah dan hukuman terhadap karyawan dalam rangka memberikan motivasi agar lebih baik dalam melaksanakan tugas yang diemban. Reward diberikan dengan harapan ada peningkatan motivasi terhadap prestasi dan kebaikan yang ditampilkannya, sehingga yang diberikan reward selalu berusaha untuk meningkatkan kemauan untuk  tampil gemilang dengan prestasi yang diharapkan. Punishment diberikan dengan tujuan ada kesadaran untuk menghentikan perilaku yang diperbuat, dan menumbuhkan  kesadaran bahwa perbuatan itu tidak mendatangkan kebaikan dan kesenangan sejati.
Reward dan punishment salah satu jenis penghargaan dan hukuman yang dikaitkan dengan prestasi kerja dan digunakan untuk mendorong karyawan dalam memperbaiki kualitas dan kuantitas hasil kerjanya. Apabila reward dan punishment yang diberikan tidak dikaitkan dengan  prestasi kerja, tetapi bersifat pribadi, maka karyawan akan merasakan adanya ketidakadilan. Dengan adanya ketidakadilan tersebut, maka akan mengakibatkan ketidakpuasan yang pada akhirnya akan mempengaruhi perilaku kerja yang mengakibatkan tidak tercapainya target yang ditentukan. Karena fungsi utama reward dan punishment  adalah guna memberikan  tanggung jawab dan dorongan kerja atau motivasi kapada karyawan. Reward dan punishment menjamin bahwa karyawan akan mengarahkan usahanya untuk mencapai tujuan organisasi. Sistem reward dan punishment yang efektif dapat mengukur usaha kerja karyawan dan penghargaan yang distribusikan secara adil.[14]
Pemberian reward, baik dalam bentuk finansial maupun non finansial sangat tergantung pada situasi sosial dan keadaan kehiduapan karyawan. Pemberian reward dalam bentuk finansial lebih diutamakan untuk karyawan operasional dan bentuk non finansial  diberikan kepada pimpinan. Namun dalam prakteknya, mungkin saja kedua macam bentuk reward tersebut diberikan kepada karyawan secara bersamaan.[15]
Pemberian reward dan punishment secara keseluruhan telah dapat menimbulkan motivasi bagi karyawan dengan meningkatkan prestasi dan produktifitas kerja karyawan. Berdasarkan pengertian di atas, maka reward dan punishment  merupakan suatu sarana motivasi atau pendorong yang diberikan dengan sengaja kepada karyawan agar timbul semangat yang tinggi untuk berprestasi. Pemberian reward dan punishment juga dimaksudkan untuk membangun, memelihara dan memperkuat harapan dan keinginan karyawan agar dapat menghasilkan motivasi kerja dan produktivitas yang tinggi sehingga pada akhirnya akan dengan mudah tercapai target yang telah direncanakan. Jika reward merupakan bentuk reinforcement yang positif, maka punishment sebagai bentuk reinforcement yang negatif, tetapi kalau diberikan secara tepat dan bijak bisa menjadi alat motivasi.[16]
Reward dan punishment  ini secara langsung akan mempunyai keterkaitan dengan kepentingan pegawai dan perusahaan. Pada dasarnya sistem reward dan punishment ini terutama untuk melihat dampak dari adanya kinerja para karyawan bagi pertumbuhan dan perkembangan perusahaan kearah yang lebih baik tentunya akan sangat berkepentingan untuk semakin  banyak inovasi-inovasi baru dalam penerapan sistem reward dan punishment kepada karyawan, hal ini akan menimbulkan sikap emosional yang tinggi antara pimpinan dengan karyawan  dan merupakan reaksi dari seorang pimpinan terhadap kinerja dan produktivitas yang telah ditunjukkan oleh bawahannya.

2.2. Bentuk-bentuk Reward  dan Punishment
            Bentuk dan kriteria pemberian reward di berbagai perusahaan berbeda-beda. Pengaturannya tergantung pada situasi dan kondisi keuangan perusahaan maupun misi pengusaha dalam mengelola perusahaan tetapi yang berlaku umum tentang kriteria pemberian reward adalah berdasarkan:
a.       Posisi Jabatan
b.      Masa kerja
c.       Mencapai target tertentu.       
            Perusahaan tidak berkewajiban untuk memberikan reward kepada pekerja/ karyawan, karena reward bukanlah sesuatu yang normatif. Pada beberapa perusahaan pemberian reward kepada karyawan diatur dengan kesepakatan dan dituangkan dalam Peraturan Kerja Bersama (PKB). Artinya kalau sudah diatur maka sifatnya mengikat, konsekwensinya pengusaha wajib melaksanakannya selama periode perjanjian kerja bersama itu berlaku.
Menurut M. Manullang, jenis-jenis reward dapat digolongkan kepada tiga golongan, yaitu material incentive, semi material inentive, dan non material incentive.[17] Menurutnya, segala daya perangsang yang dapat dinilai dengan uang termasuk ke dalam material incentive, sebaliknya semua jenis perangsang yang tidak dapat dinilai dengan uang termasuk ke dalam jenis reward non material. Hal ini meliputi penempatan yang tepat, latihan sistematik, promosi yang objektif, pekerjaan yang terjamin, turut sertanya wakil-wakil karyawan dalam pengambilan keputusan-keputusan di dalam perusahaan, kondisi-kondisi pekerjaan yang menyenangkan, pemberian informasi tentang perusahaan, fasilitas-fasilitas, rekreasi, perjagaan kesehatan, perumahan dan sebagainya.
Pandji Anoraga menjelaskan bahwa reward terjadi dalam dua bentuk, yaitu:[18]
1.         Full participation plan, yaitu reward bagi karyawan yang bekerja ekstra sehingga menghasilkan produksi tambahan. Karyawan diberikan reward apabila mereka dianggap bekerja dengan efisien, yang diukur dengan rasio produk yang menghasilkan dengan standar.
2.         Group incentive plan, yaitu reward yang diberikan kepada sekelompok karyawan apabila mereka dapat bekerja dan menunjukkan hasil yang menguntungkan, seperti dapat meningkatkan produktivitas, menurunkan biaya tenaga kerja per unit, memperbaiki kualitas produk dan pengurangan tingkat kerusakan produk yang dihasilkan.
Karakteristik pokok dari reward yang baik yaitu menunjukkan penghargaan kepada karyawan atas produktivitas yang dilakukan karyawan, harus dapat dipakai untuk mencapai tujuan produktivitas karyawan secara layak dan reward yang diperoleh karyawan paling sedikit harus seimbang dengan biaya produksi terendah.[19]
Pemberian reward kepada karyawan diberikan dalam dua bentuk, yaitu:[20]
1.    Bentuk finansial, yaitu pemberian reward yang diberikan dalam bentuk gaji, bonus, komisi, bagi hasil dan pemberian tunjangan, seperti Tunjangan Hari Raya (THR), tunjangan subsidi pendidikan dan tunjangan bayararan suplemen (tunjangan liburan, tunjangan uang sakit, tunjangan uang pesangon).
2.    Non finansial, yaitu pemberian reward yang diberikan dalam bentuk jaminan ansuransi, seperti ansuransi jiwa, ansuransi perawatan, pengobatan dan ketidakmampuan, jaminan hari tua seperti jaminan sosial dan program pensiun, pelayanan pegawai pemberian reward yang diberikan dalam pelayanan pribadi, pelayanan fasilitas perawatan anak, pelayanan tranformasi pegawai, pelayanan makanan, pelayanan pendidikan dan fasilitas eksekutif/kerja, pemberian penghargaan, perlakuan wajar, hubungan antara tenaga kerja dan pimpinan serta gaya manajemen yang suportif.
Finansial reward merupakan salah satu upaya untuk dapat memenuhi kebutuhan fisik, sedangkan non finansial reward merupakan reward untuk dapat memenuhi kebutuhan sosial dan kebutuhan egoistic, sehingga karyawan tersebut mempunyai suatu perasaan harga diri dan dapat menghayati setiap perubahan yang ada dalam lingkungannya. Pemberian reward, baik dalam bentuk finansial maupun non finansial sangat tergantung pada situasi sosial dan keadaan kehidupan karyawan.
Selain dari pada reward, punishment sering juga disebut dengan istilah sanksi. Punishment atau sanksi ini juga sangat berperan jitu dalam mendorong semangat kerja para karyawan dalam suatu perusahaan. Secara umum, punishment atau sanksi yang dijatuhkan kepada karyawan dapat digolongkan dalam tiga kategori, yaitu sanksi berat, sanksi sedang, dan sanksi ringan. Sanksi berat ini bisa dalam bentuk:[21]
a.         Demosi jabatan yang setingkat lebih rendah dari jabatan/pekerjaan yang diberikan sebelumnya.
b.        Pembebasandari jabatan /pekerjaan untuk dijadikan sebagai tenaga kerja biasa bagi yang memegang jabatan.
c.         Pemutusan hubungan kerja dengan hormat atas permintaan sendiri tenaga kerja yang bersangkutan.
d.        Pemutusan hubungan kerja tidak dengan hormat sebagai tenaga kerja di perusahaan.
Sanksi sedang bisa dalam bentuk:
a.    Penundaan pemberian kompensasi yang sebelumnya telah dirancangkan sebagaimana tenaga kerja lainnya.
b.    Penurunan upah sebesar satu kali upah yang biasanya diberikan, harian, mingguan, atau bulanan.
c.       Penundaan program promosi bagi tenaga kerja yang bersangkutan pda jabatan yang lebih tinggi.
Sedangkan sanksi ringan meliputi dalam bentuk, misalnya:
a.       Teguran lisan kepada karyawan yang bersangkutan.
b.      Teguran tertulis dan,
c.       Pernyataan tidak puas dalam bentuk tertulis.
Dalam menetapkan jenis punishment yang akan dijatuhkan kepada karyawan yang bersangkutan hendaknya dipertimbangkan dengan cermat, teliti, dan saksama bahwa punishment yang dijatuhka tersebut setimpal dengan tindakan dan perilaku yang diperbuat. Dengan demikian, punishment itu dapat diterima dengan rasa keadilan dan diharapkan dapat menjadi batu loncatan untuk memperbaiki kinerja sehingga kedepannya diharapkan akan lebih efesien dan efektif dalam berkerja.
Menurut M. Ngalim Purwanto, bentuk punishment dapat dikategorikan sebagai berikut:[22]
1.      Punishment (hukuman) preventif.
Punishment (hukuman) yang dilakukan dengan maksud agar tidak atau jangan terjadi pelanggaran. Punishment (hukuman) ini bermaksud untuk mencegah jangan sampai terjadi pelanggaran sehingga hal itu dilakukannya sebelum pelanggaran dilakukan.Tujuan dari hukuman preventif ini adalah untuk menjaga agar hal-hal yang dapat menghambat atau menggaggu kelancaran aktivitas bisa dihindarkan.
Yang termasuk dalam punishment (hukuman) preventif adalah sebagai berikut:[23]
a.    Tata Tertib
Tata tertib ialah sederetan peraturan-peraturan yang harus ditaati dalam suatu situasi atau dalam suatu tata kehidupan.
b.      Anjuran dan Perintah
Anjuran adalah suatu saran atau ajakan untuk berbuat atau melakukan sesuatu yang berguna.
c.       Larangan
Larangan sebenarnya sama saja dengan perintah. Kalau perintah merupakan suatu keharusan untuk berbuat sesuatu yang bermanfaat, maka larangan merupakan suatu keharusan untuk tidak melakukan sesuatu yang merugikan.
d.      Paksaan
Paksaan ialah suatu perintah dengan kekerasan terhadap seseorang atau kelompok untuk melakukan sesuatu. Paksaan dilakukan dengan tujuan, agar jalannya proses aktivitas terganggu dan terhambat.
e.       Disiplin
Disiplin berarti adanya kesediaan untuk mematuhi peraturan-peraturan dan larangan-larangan. Kepatuhan di sini bukan hanya patuh karena adanya tekanan-tekanan dari luar, melainkan kepatuhan yang didasari oleh adanya kesadaran tentang nilai dan pentingnya peraturan-peraturan dan larangan tersebut.
2.      Punishment (hukuman) represif.
punishment (hukuman) represif dilakukan oleh karena adanya pelanggaran, oleh adanya dosa yangtelah diperbuat. Jadi, punishment (hukuman) ini  dilakukan setelah terjadi pelanggaran atau kesalahan.[24]
Adapun yang termasuk dalam punishment (hukuman) represif adalah sebagai berikut:[25]
a.  Pemberitahuan,
Yang dimaksud pemberitahuan di sini ialah pemberitahuan kepada peserta didik apa yang telah melakukan sesuatu yang dapat mengganggu atau menghambat jalannya proses belajar mengajar. Jika dianalogikan dalam dunia sesuatu yang dapat menghambat aktivitas kerja karyawan.
b.  Teguran
Jika pemberitahuan itu diberikan kepada siswa yang mungkin belum mengetahui tentang suatu hal, maka teguran itu berlaku bagi siswa yang telah mengetahui. Hal ini juga berlaku dalam aplikasi dunia kerja.
c.  Peringatan
Peringatan diberikan kepada siswa yang telah beberapa kali melakukan pelanggaran, dan telah diberikan teguran atas pelanggarannya.
d.  Hukuman
Hukuman adalah yang paling akhir diambil apabila teguran dan peringatan belum mampu untuk mencegah siswa melakukan pelanggaran-pelanggaran. Dalam dunia bisnis, hukuman ini bisa dalam bentuk pemotongan gaji, penurunan posisi jabatan, dan bisa dalam bentuk PHK.
Sistem punishment ini sudah sering diaplikasikan dalam konsep manajemen Islam. Dalam konsep Islam sebelum seseorang ditetapkan menjadi karyawan tetap, biasanya para karyawan menjalani kontrak kerja selama rentang waktu 6 bulan sampai 2 tahun. Artinya adanya penilaian kinerja yang dilakukan oleh pimpinan terhadap pekerja, jika dalam masa kontrak tersebut pekerja mampu menunjukkan kinerja dan kemampuan  secara optimal dalam menjalankan tugas, maka ia bisa diberikan reward dalam bentuk non-material dengan cara diputuskan untuk menjadi karyawan tetap. Namun , jika kinerja karyawan yang  bersangkutan jelek dan tidak optimal, karyawan tersebut dipecat. [26]
Sedangkan menurut Ag.Soejono, secara garis besar punishment dapat dibedakan kepada tiga macam, yaitu:[27]
1.    Bentuk Isyarat
Punishment dalam bentuk isyarat ini merupakan bentuk punishment yang paling ringan yang dijatuhkan kapada karyawan sebagai usaha pembetulan dan perbaikan yang dilakukan melalui bentuk isyarat muka dan isyarat angota badan lainnya.
2.    Bentuk Kata
Punishment dalam bentuk kata ini termasuk dalam bentuk punishment yang sedang, artinya punishment lanjutan dari bentuk punishment yang pertama tadi. Bentuk punishment ini dapat berisi kata-kata peringatan, kata-kata teguran dan pada akhirnya kata-kata ancaman.
3.    Bentuk Perbuatan.
Punishment dalam bentuk perbuatan ini merupakan punishment yang diberikan oleh pimpinan yang tingkat sanksinya lebih berat  dari punishment sebelumnya. Pimpinan menjatuhkan kepada karyawan yang berbuat salah atau kepada karyawan yang tidak mematuhi aturan yang berlaku pada internal perusahaan. Punishment ini diberikan kepada karyawan dengan harapan karyawan yang bersangkutan bisa menambah semangat baru untuk berubah kearah yang lebih baik sesuai dengan harapan perusahan atau organisasi.
Selain itu juga menurut Hasibuan  yang dikutip Ag. Sujono, bentuk –bentuk reward  terbagi menjadi tiga  ditinjau dari jenis kerjanya:[28]
1.         Non material fee, adalah reward sebagai daya perangsang yang diberikan kepada karyawan berbentuk penghargaan atau pengukuhan berdasarkan prestasi kerjanya seperti piagam, piala, atau mendali.
2.         Sosial fee, adalah daya perangsang yang diberikan kepada karyawan berdasarkan prestasi kerjanya, berupa fasilitas dan kesempatan untuk mengembangkan kemampuannya, seperti promosi, mengikuti pendidikan atau naik haji.
3.         Material fee, adalah daya perangsang yang diberikan kepada karyawan berdasarkan prestasi kerjanya, berbentuk uang dan barang. Material fee ini bernilai ekonomis sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan karyawan berserta keluarganya.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat kita pahami bahwa jenis-jenis reward dapat dibedakan menurut pendapat para ahli dan penerapannya tentu di sesuaikan dengan kondisi masing-masing perusahaan atau organisasi tertentu, namun yang pada intinya sistem reward dan punishment ini ditujukan untuk meninngkatkan kinerja dan produktivitas karyawan sehingga tujuan dari pada perusahaan dan organisasi dapat tercapai sesuai harapan.

2.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemberian Reward dan Punishment.
Menurut Sondang P.Siagian, dapat tidaknya suatu sistem diterapkan tergantung pada berbagai faktor yang mempengaruhinya.[29] Berarti dalam mencari dan menetapkan suatu sistem reward dan punishment ada faktor-faktor yang patut diperhatikan karena cara bekerja seorang karyawan sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor yang dapat mempengaruhinya. Reward dan punishment merupakan suatu metode untuk memotivasi karyawan untuk bekerja semaksimal mungkin dalam rangka mencapai tujuan perusahaan sebagaimana telah direncanakan sebelumnya. Motivasi tenaga kerja akan ditentukan oleh perangsangnya. Perangsang yang dimaksud merupakan mensin penggerak motivasi tenaga kerja, sehingga menimbulkan pengaruh perilaku individu tenaga kerja yang bersangkutan.
Motivasi atau lebih tepatnya tentang prilaku yang dimotivai (Motivated Behavior) maka masalah ini meninjau akan tiga hal khusus yaitu prilaku yang dimotivasi dapat berkelanjutan, prilaku yang dimotivasi diarahkan kepada pencapaian keinginan atau tujuan, dan prilaku yang muncul karena adanya kebuntuhan yang dirasakan.[30]
Bernard Berelso dan Gary A.Steiner sebagaimana dikutip oleh siswanto mendefinisikan motivasi merupakan keadaan kejiwaan dan sikap mental manusia yang memberikan energi, mendorong kegiatan (moves), dan mengarahkan atau menyalurkan prilaku kearah mencapai kebutuhan yang memberi kepuasan atau mengurangi ketidakseimbangan.[31] Kebutuhan tersebut timbul akibat adanya berbagai hubungan. Kebutuhan dapat terwujud fisik-biologis serta sosial ekonomis. Akan tetapi, yang lebih penting adalah adanya kebutuhan-kebutuhan (needs) yang bersifat sosial-psikis, misalnya penghargaan, pengakuan, keselamatan, perlindungan, keamanan, dan jaminan sosial.[32]
Dari satu pihak segi pasif, reward dan punishmen membangkitkan motivasi yang tampak sebagai kebutuhan, dan sekaligus sebagai pendorong yang dapat menggerakkan semua potensi baik tenaga kerja maupun sumber daya lainnya. Di lain pihak dari segi aktif, reward dan punishmen dapat menimbulkan motivasi tampak sebagai suatu usaha positif dalam menggerakkan daya dan potendi tenaga kerja agar secara produktif berhasil mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Berdasarkan pandangan tersebut, motivasi dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Setiap perasaan, kehendak, atau keinginan sangat mempengaruhi kemauan individu sehingga individu karyawan yang bersangkutan terdorong untuk berprilaku dan bertindak.
2. Pengaruh kekuatan yang menimbulkan perilaku individu karyawan.
3. Setiap tindakan atau kejadian yang menyebabkan berubahnya perilaku karyawan.
4. Proses dalam yang menentukan gerakan ata perilaku individu karyawan kepada tujuan (goals).[33]
Reward dan punishment dapat menimbulkan motivasi kerja yang dapat menggerakkan segala potensi yang ada, menciptakan keinginan yang tinggi dan luhur, serta meningkatkan kebersamaan. Masing-masing pihak bekerja menurut aturan atau ukuran yang ditetapkan dengan saling menghormati, saling membutuhkan, saling mengerti dan saling menghargai hak dan kewajiban masing-masing dalam keseluruhan proses kerja operasional.
Menurut Suharsono Sagir, sebagai dikutip Siswanto Sastrohadiwiryo, terdapat unsur-unsur penggerak  motivasi itu sendiri, antara lain kinerja, penghargaan, tantangan, tanggung jawab, pengembangan, keterlibabatan, dan kesempatan.[34]
1. Kinerja (Achievement)
Setiap orang yang memiliki keinginan akan terus berprestasi sebagai suatu kebutuhan untuk mencapai tujuan. Bentuk kinerja ini dapat dilihat dari sikap positif keberanian dalam mengambil resiko yang diperhitungkan untuk sasaran yang ditentukan.
2. Penghargaan (Recognition)
Setiap karyawan tentunya menginginkan penghargaan, penghormatan dan status. Penghargaan merupakan suatu pengakuan atas prestasi kerja yang telah dicapai seorang karyawan merupakan suatu bentuk stimulus dalam meningkatkan motivasi karyawan agar terus memberikan kinerja yang maksimal. Pengakuan atas suatu kinerja merupakan suatu penghargaan yang berefeks psikis,yaitu kepuasan bantinyang dapat memberikan kepuasan yang lebih tinggi dari pada pengahargaan dalam bentuk materi.[35] Penghargaan juga dapat dinilai oleh pihak lain melalui pemberian bonus, hadiah atau dengan pengakuan atas keberhasilan melalui pemberian simbol tanda penghargaan.[36]

3. Tantangan (Challenge)
Ketika seseorang dihadapkan kepada suatu tantangan, maka secara naluriah akan muncul perangsang kuat untu melakukan suatu tindakan dalam rangka menghadapi tantangan tersebut atau bahkan mengatasinya. Suatu sasaran yang tidak menantang atau dengan mudah dapat dicapai biasanya tidak mampu menjadi perangsang, bahkan cenderuang menjadi kegiatan rutin. Tantangan demi tantangan biasanya akan menumbuhkan kegairahan untuk mengatasinya. Dalam banyak kasus, tantangan yang ada merupakan suatu rangsangan untuk mencapai kesuksesan. Dengan kata lain tantangan tersebut justru merupakan motivator. Namun semua tantangan itu tidak hanya akan menglahirkan kesulitan dan tidak semua karyawan akan menghadapi tantangan tersebut.
4. Tanggung Jawab (Responsibility)
Adanya rasa memiliki akan menimbulkan motivasi untuk turut serta merasa bertanggung jawab. Bahkan setiap orang yang diberikan tanggung jawab akan memperlihatkan dan mengimplikasikan adanya suatu otoritas untuk membuat suatu perubahan dalam hal pengambilan suatu keputusan. Apabila setiap tahapan produksi dapat dikendalikan sebagai hasil dari rasa tanggung jawab maka produk akhir merupakan hasil dari peningkatan hasil terpadu atau Total Quality Control (TQC).[37]
5. Pengembangan (Development)
Pengembangan karyawan merupakan sebuha proses pengembangan diri (self development).[38]Pengembangan  kemampuan seseorang baik dari pengalaman kerja ataupun kesempatan untuk maju dapat memberikan dorongan kuat bagi karyawan untuk bekerja lebih giat dan lebih bergairah apalagi bila perusahaan mengaitkan dengan kinerja dan produktivitas karyawan.[39]
6. Keterlibatan (Involvement)
Rasa ikut terlibat atau involment dalam suatu proses pengambilan keputusan dalam perusahaan atau organisasi akan menumbuhkan rasa ikut bertanggung jawab dan rasa dihargai merupakan tantangan yang harus dijawab, melalui peran serta berkinerja untuk pengembangan usaha dan pengembangan pribadi. Adanya rasa keterlibatan tidak hanya akan menumbuhkan rasa memiliki (sense of belonging) dan juga rasa bertanggung jawab tetapi juga akan menimbulkan rasa turut mawas diri untuk bekerja lebih baik.
7. Kesempatan (Opportunity)
            Kesempatan untuk maju dalam bentuk jenjang karier yang terbuka, dari tingkat bawah sampai tingkat manajemen puncak merupakan perangsang yang cukup kuat bagi tenaga kerja. Bekerja tanpa harapan atau kesempatan untuk meraih kemajuan atau perbaikan nasib, tidak akan merupakna perangsang untuk berkinerja atau bekerja produktif.
 Sebagaimana telah disebutkan diatas reward dan punishment membangkitkan motivasi bagi karyawan dari interaksi interpersonal. Menurut Edy Santoso, faktor yang mempengaruhi motivasi karyawan dalam bekerja yaitu tujuan, tantangan, keakraban tanggung jawab dan kepemimpinan.[40]
1.    Tujuan
Sebuah perusahaan atau organsasi mempunyai orentasi dan tujuan yang jelas akan sangat membantu karyawan dalam bekerja, namun meskipun demikian hal tersebut belum cukup, tujuan yang ditetapkan oleh perusahaan tidak ada singkronisasi dengan kebutuhan dan tujuan para karyawan.
2.    Tantangan
 Manusia makhluk Allah yang telah dikarunia mekanisme pertahanan diri yang di sebut “fight” atau “flight syndrome”. Ketika dihadapkan pada suatu tantangan, secara naluri manusia akan melakukan suatu tindakan untuk menghadapi tantangan tersebut (fight) atau menghindari (flight). Dalam banyak kasus, tantangan yang ada merupakan suatu rangsangan untuk mencapai kesuksesan. Dengan kata lain, tantangan tersebut bukan menjadi sebuah penghalang untuk maju tetapi malah menjadi motivator.
3.    Keakraban
Karyawan yang profesional dan mempunyai dedikasi yang tinggi mempunyai sikap keagraban satu sama lain, setia kawan, tenggang rasa dan tidak merasakan dirinya lebih hebat dari karyawan yang lainnya. Para karyawan saling menyukai dan berusaha keras untuk mengembangkan dan memelihara hubungan baik secara vertikal maupun horizontal dalam internal perusahaan. Hubungan interpersonal ini menjadi sangat urgen, karena hal ini merupakan dasar terciptanya keterbukaan dan komunikasi secara langsung serta support antar sesama karyawan sehingga hal ini tentunya akan menimbulkan semangat untuk bekerja secara maksimal.
4.    Tanggung Jawab
Secara umum, setiap orang akan terstimulasi ketika diberi suatu tanggung jawab. Tanggung jawab mengimplikasikan adanya suatu otoritas untuk membuat perubahan atau mengambil suatu keputusan. Karyawan yang diberi tanggung jawab dan otoritas yang proporsional cenderung akan memiliki motivasi bekerja yang tinggi dan kesempatan untuk maju. Setiap karyawan akan melakukan banyak cara untuk dapat mengembangkan diri, mempelajari konsep dan keterampilan baru, serta melangkah lebih maju kearah yang lebih baik. Jika setiap karyawan mempunyai kesadaran yang tinggi akan rasa tanggung jawab dan memberikan peluang kepada temannya yang lain untuk melakukan hal-hal yang positif, maka akan tercipta motivasi dan komitmen yang tinggi. Hal ini penting, mengingat bahwa perkembangan pribadi memberikan nilai  tambanh bagi individu dalam meningkatkan harga diri.
5.    Kepemimpinan
Tidak dapat dipungkiri bahwa leadership (kepemimpinan), merupakan faktor yang berperan peran penting dalam mendapatkan komitmen dari para karyawan. Leader (pemimpin), berperan dalam menciptakan kondisi yang kondusif bagi setiap karyawan untuk bekerja dengan tenang, tenteram dan harmonis. Seorang pemimpin yang baik juga dapat memahami faktor-faktor yang dapat menimbulkan motivasi.
Berdasarkan pemaparan diatas, maka dapat dipahami bahwa faktor-faktor yang dapat mempengaruhi motivasi karyawan dalam bekerja seperti tujuan, tantangan, keakrabab, tanggung jawab, dan kepemimpinan, sangat erat kaitanya dengan tujuan seseorang dalam bekerja. Tanpa adanya faktor-faktor tersebut, maka akan sulit rasanya  untuk meningkatkan motivasi karyawan dalam bekerja dan pada akhirnya dengan sendirinya akan menurunkan produktivitas kerja.

2.4.       Urgensi Sistem Reward dan Punishment Dalam Meningkatkan Kinerja  Karyawan

Masalah reward dan punishment selain sensitif karena menjadi pendorong seseorang  untuk bekerja, juga karena berpengaruh terhadap moral dan disiplin kerja. Oleh karena itu, setiap perusahaan atau organisasi mana pun seharusnya dapat memperhatikan reward dan punishment yang seimbang dengan beban kerja yang dipikul. Dengan demikian, tujuan pembinaan tenaga kerja adalah untuk menciptakan tenaga kerja yang berdaya guna dan mampu menghasilkan produktifitas yang tinggi sesuai dengan harapan perusahaan dapat terwujud. Lebih dari itu, tujuan perusahaan untuk meningkatkan  pendapatkan dapat dicapai.[41]
Sebagaimana telah dikemukakan bahwa sistem reward dan punishment yang terapkan dalam internal perusahaan dapat memiliki pengaruh positif langsung terhadap perilaku tenaga kerja yang bersangkutan berkenaan dengan statusnya sebagai salah satu unsur dalam perusahaan. Akan tetapi pada banyak segi, hal tersebut tidak langsung memberi pengaruh terhadap motivasi tenaga kerja untuk berkinerja. Namun motivasi tenaga kerja akan ditentukan oleh perangsangnya. Perangsang yang dimaksud merupakan mesin penggerak motivasi tenaga kerja, sehingga menimbulkan pengaruh perilaku individu tenaga kerja yang bersangkutan.[42] Sistem reward dan punishment merupakan bentuk kompensasi yang menjadi perangsang terhadap karyawan sehingga menumbuhkan motivasi yang tinggi dalam bekerja.
Reward dan punishment adalah bagian dari manajemen kompensasi. Adapun tujuan dari manajemen kompensasi, yaitu:[43]
1.         Sebagai daya darik bagi karyawan  guna memperoleh karyawan yang berkualitas.
2.         Pemerhatian terhadap karyawan agar tetap setia pada perusahaan guna pememtahankan karyawan. Perputaran tenaga kerja yang sangat tinggi maka diperlukan pertimbangan terhadap pemberian insentif karenanya dibutuhkan pertimbangan yang lebih baik dan menguntungkan antara meningkatkan kompensasi.
3.         Imbalan atas prestasi yang setimpal yang diberikan atas kerja keras dan juga prestasi yang telah diberikan karyawan.
4.         Mencerminkan adanya keadilan yang mendasari perhitungan pembayaran imbalan sesuai dengan besarnya kontribusi yang diberikan kepada perusahaan.
5.         Tidak melebihi dari kemampuan perusahaan kompensasi yang rasional  membantu perusahaan memelihara dan mempertahankan pekerja, tanpa menajemen kompensasi yang efektif pekerja dapat dibayar terlalu tinggi atau terlalu rendah.
6.         Tidak bertentang dengan peraturan  pemerintah. Sistem upah yang wajar mempertimbangka peraturan pemerintah dan memastikan pemenuhan kebutuhan pekerja.
Pengembangan hakikat sistem reward dan punishment  yang baik, belum berarti keefektifan terjamin. Akan tetapi, hakikat sistem reward dan punishment setidaknya dapat membantu merumuskan tujuan yang diharapkan  dari suatu sistem reward dan punishment. Di samping itu, hakikat sistem reward dan punishment pun dapat memberikan landasan untuk menetapkan suatu keputusan dan tindakan kepada karyawan  yang terlibat dalam proses marketing sehingga dapat memberikan integritas dan kredibilitas yang tinggi dalam diri karyawan sehingga akan meningkatkan prestasi karyawan dalam memasarkan produk kepada nasabah.  
            Sistem reward dan punishment yang dilaksanakan  harus memperhatikan banyak aspek sehingga tidak terjadi kesalahan, terutama dalam bersikap terhadap karyawan. Kebutuhan karyawan untuk diperhatikan dan dimotivasi dengan baik perlu ditingkatkan. Memberikan reward dan punishment terhadap karyawan sangat penting  agar mereka merasa mendapatkan perhatian dan dorongan untuk terus mewujudkan sesuatu yang terbaik dengan semangat kerja yang tinggi.
 Sistem reward dan punishment merupakan termasuk bagian manajemen konpensasi yang bertujuan untuk membantu perusahaan mencapai keberhasilan strategi sambil memastikan keadilan internal maupun keadilan eksternal yang mana keadilan tersebut menyangkut keberlangsungan perusahaan dan juga jaminan atas pekerja agar mendapatkan kompensasi secara adil. Adapun dalam pemberian kompensasi dalam artian penerapan sistem reward dan punishment kepada karyawa antara lain untuk meningkatkan disiplin kerja, terwujudnya iklim organisasi yang menggairahkan, dan meningkatkann produktivitas kerja.[44]
Adapun pada akhirnya pemberian reward dan punishment ini atas kinerja karyawan dimaksudkan selain untuk menjaga kelangsungan dari perusahaan dan juga menjaga karyawan agar tetap setia pada perusahaan. Tetapi terkadang terjadi konplik yang tidak diinginkan oleh pihak antara tjuan yang ingin dicapai dari pemberian reward dan punishment  tersebut. Sehingga diperlukan pencarian titik temu antara pihak pimpinan perusahaan dan juga pekerja dengan memperhatikan keadilan dan juga kelayakan hidup karyawan dengan upah dan sistem rewar dan punishment yang terapkan  oleh perusahaan sehingga tujuan perusahan yang telah diprogramkan sebelumnya dapat dicapai dengan maksimal dan sesuai dengan harapan bersama.


2.5. Sistem Reward dan Punishment Dalam Kajian Fiqh Muamalah.
Sebagai ajaran yang komprehensif, Islam meliputi tiga pokok ajaran dasar, yaitu Aqidah, Syari’ah dan akhla. Hubungan antara aqidah, syari’ah dan akhlak dalam konsep Islam terjalin sedemikian rupa sehingga merupakan sebuah sistem yang komprehensif. Aqidah adalah ajaran yang berkaitan dengan keyakinan dan kepercayaan seseorang terhadap Tuhan, Malaikat, Rasul, Kitab dan rukun iman lainnya. Akhlak adalah ajaran Islam tentang prilaku baik-buruk, etika dan moralitas. Sedangkan syariah adalah ajaran Islam tentang hukum-hukum yang mengatur tingkah laku manusia.
Syariah Islam terbagi kepada dua yaitu ibadah dan muamalah. Ibadah diperlukan untuk menjaga ketaatan dan keharmonisan hubungan manusia dengan khaliq-Nya. Muamalat dalam pengertian umum dipahami sebagai aturan mengenai hubungan antar manusia. Salah satu aspek penting yang terkait dengan hubungan antar manusia adalah ekonomi.  Ajaran Islam tentang ekonomi memiliki prinsip-prinsip yang bersumber al-Quran dan Hadits. Prinsip-prinsip umum tersebut bersifat abadi, seperti prinsip tauhid, adil, mashlahat, kebebasan dan tangung jawab,  persaudaraan, dan sebagainya.
Prinsip-prinsip ini menjadi landasan kegiatan bermu’amalat (ekonomi) di dalam Islam.  Cakupannya yang luas dan bersifat elastis, dapat berkembang sesuai dengan perkembangan zaman dan peradaban yang dihadapi manusia. Contoh variabel yang dapat berkembang antara lain aplikasi metode targhib dan tarhib, yang pada era dewasa ini dikenal dengan sistem reward dan punishment.
Dalam konsep manajemen sumber daya manusia reward dan punishment merupakan salah satu alat untuk peningkatan motivasi para karyawan. Selain motivasi, reward dan punishment juga bertujuan agar seseorang menjadi giat lagi usahanya untuk memperbaiki atau meningkatkan prestasi yang telah dapat dicapainya.[45]
Di dalam Islam kata reward dan punishment dapat disamakan dengan kata targhîb  Adapun arti kata ﻏﺏ adalah keinginan yang kuat. Istilah targhîb kerap diartikan dengan kalimat yang melahirkan keinginan kuat (bahkan sampai pada tingkat rindu), membawa seorang tergerak untuk menggerakan amalan.[46] Secara istilah (terminologi), Abdurrahman An-Nahlawi menjelaskan, pengertian targhib sebagai suatu janji yang disertai bujukan dan rayuan untuk menunda kemaslahatan kelezatan dan kenikmatan namun penundaan itu bersifat pasti baik dan murni serta dilakukan melalui amal saleh, atau dari kelezatan yang membahayakan (pekerjaan buruk).[47]
Targhîb bukan saja memiliki reaksi yang menimbulkan keinginan untuk menggerakkan sesuatu, tapi juga memunculkan tingkat kepercayaan pada sesuatu. Biasa juga dimaknai dengan dengan rasa rindu yang membawa seorang melakukan suatu amalan.[48] Dalam Islam kalimat targhîb kerap ditemui baik dalam teks-teks al-Qur'an maupun hadis berupa janji-janji, reward, kabar baik yang memberi efek pada motivasi dan harapan untuk melaksanakan apa yang dijanjikan.[49]
Menurut Usman Najati, reward diberikan dalam bentuk pemberian harapan akan kenikmatan yang akan diperoleh apabila suatu kebaikan yang ia lakukan.[50] sebagaimana firman Allah dalam al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 82, Ali Imran ayat 148.

Artinya: “Dan orang-orang yang beriman serta beramal saleh, mereka itu penghuni surga; mereka kekal di dalamnya.” (Q.S. Al-Baqarah: 82).

Artinya: "Karena itu Allah memberikan kepada mereka pahala di dunia dan pahala yang baik di akhirat. Dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebaikan."(Ali-Imran: 148)

Dari ayat tersebut di atas dapat dipahami bahwa Allah memberikan janji kepada orang yang beriman dan beramal shaleh akan masuk ke dalam syurga dan akan kekal di dalamnya selama-lamanya. Ini merupakan gambaran dari targhib itu sendiri. Dalam hadis Rasulullah SAW juga terdapat prinsip-prinsip targhib (reward), sebagai berikut yang bunyinya.
كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصُفُّ عَبْدَ اللهِ وَ عُبَيْدَ اللهِ وَ كَثِيْرًا مِنْ بَنِيْ الْعَبَّاﺲ ثُم يَقُوْلُ مَنْ سَبَقَ اِلَيَّ فَلَهُ كَدَا وَ كَدَا قَالَ فَيَسْتَبِقُوْنَ اِلَيْهِ فَيَقَعُوْن عَلَى ظَهْرِهِ وَ صَدْرِهِ فَيَقَبَّلُهُمْ وَ يَلْزَمُهُم (رواه احمد)[51]                                          
Artinya : Pada suatu ketika Nabi membariskan Abdullah, Ubaidillah, dan anak-anak paman beliau, Al-Abbas. Kemudian, beliau berkata “ Barang siapa yang terlebih dahulu sampai kepadaku, dia akan mendapatkan ini dan itu.” Lalu mereka berlomba-lomba untuk sampai kepada beliau. Kemudian mereka merebahkan diri di atas punggung dan dada beliau. Kemudian, beliau menciumi dan memberi penghargaan. (HR.Ahmad)

Kata Tarhîb merupakan bentuk dari kata ﻫﺐ .” Adapun artinya adalah ketakutan yang kuat. Maka istilah tarhîb kerap diartikan dengan kalimat yang melahirkan ketakutan yang kuat.[52] Bisa dikatakan tarhîb adalah kebalikan dari targhîb.[53] Dalam Islam kalimat tarhîb kerap ditemui baik dalam teks-teks al-Quran maupun hadis seperti halnya kalimat targhîb. Metode ini merupakan salah satu bentuk pendidikan yang terdapat dalam al-Qur’an.  Sebagaimana firman Allah SWT , yang termaktub dalam al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 278-279.

Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman.
Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak Menganiaya dan tidak (pula) dianiaya. (Q.S. Al-Baqarah: 278-279).


Hal ini juga terdapat dalam Sabda Nabi Muhammad SAW:
ﻋَنْ عُمَرُبْنُ شُعَيْبِ عَنْ اَبِيْهِ عَنْ جَدّهِ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مُرُوْا اَوْلَادَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَهُم اَبْنَاءُ سِنِيْنَ وَاضْرِبُهُمْ اَبْنَاءَ عَشَرَ وَ فَرِّقُوْا بَيْنَهُمْ فِيْ الْمَضَاجِعِ (رواه ابوداود)[54]
Artinya: “Dari Umar Bin Syu’aib dari bapaknya dari kakeknya berkata : Raulullah SAW bersabda “perintahkanlah anakmu untuk melakukan shalat, pada saat mereka berusia tujuh tahun, dan pukullah mereka pada saat mereka berusia sepuluh tahun jika mereka meninggalkan shalat dan pisahkanlah mereka dalam hal tempat tidur.” (HR. Abu Dawud)”

Metode tarhîb ini menurut Wahbah Zuhailî membawa seorang mukmin terdorong untuk tidak mau melakukan kesalahan bahkan cenderung meninggalkan perkara yang buruk.[55] Metode ini selalu beriringan dengan metode larangan, sehingga metode tarhîb bukan saja memiliki reaksi yang menimbulkan ketakutan sehingga meninggalkan suatu amalan, tapi juga memunculkan tingkat kepercayaan pada sesuatu yang mesti ditinggalkan. Bisa juga dimaknai dengan ketakutan yang membawa seorang mau meninggalkan suatu amalan. Seperti halnya targhîb, tarhîb didasarkan atas fitrah manusia, yaitu sifat keinginan kepada kesenangan, keselamatan, dan tidak menginginkan kesengsaraan atau kesusahan.[56]
Melihat pengertian targhib dan tarhib, maka targhib dan tarhib dapat dikaitkan dengan manajemen sumber daya manusia sebagai sebuah metode yang dilakukan oleh manajer atau pimpinan dalam rangka memberikan motivasi untuk melakukan suatu pekerjaan dengan sungguh-sungguh sehingga dapat menumbuhkan kinerja yang baik dan meningkat.
Substansi dari metode targhib dan tarhib yaitu memotivasi diri untuk melakukan kebaikan. Hal ini sejalan dengan sistem reward dan punishment itu sendiri,yaitu yang tujuan utamanya untuk memotivasi karyawan baik motivasi itu tumbuh karena faktor-faktor ekstrinsik atau pengaruh-pengaruh dari luar, maupun faktor instrinsik atau faktor-faktor dari dalam diri sendiri untuk melakukan suatu yang terbaik bagi perusahaan dengan cara meningkatkan kinerja karyawan.
Sebagai telah diuraikan di atas, dalam beraktivitas muamalah Islam memberikan toleransi yang cukup tinggi. Artinya adanya kebebasan dalam perspektif ushul fiqh dalam hal muamalah. Islam membuka pintu seluas-luasnya di mana manusia bebas melakukan apa saja sepanjang tidak ada nash yang melarangnya. Aksioma ini didasarkan pada kaedah populer, “Pada dasarnya dalam muamalah segala sesuatu dibolehkan sepanjang tidak ada dalil yang melarangnya”. Jika diterjemahkan arti kebebasan ini ke dalam dunia binsis, khususnya perusahaan, maka akan mendapatkan bahwa Islam benar-benar memacu umatnya untuk melakukan inovasi apa saja, termasuk pengembangan manajemen ketenaga kerjaan dalam rangka mendukung tercapai tujuan perusahaan.
Di samping itu kita juga dapat melihat dalam bermuamalah (ekonomi) adanya prinsip mashlahah. Penempatan prinsip ini diurutan kedua karena mashlahah merupakan konsep yang paling penting dalam syariah, sesudah tauhid. Mashlahah adalah tujuan syariah Islam dan menjadi inti utama syariah Islam itu sendiri. Secara umum, mashlahah diartikan sebagai kebaikan (kesejahteraan) dunia dan akhirat. Para ahli ushul fiqh mendefinisikannya sebagai segala sesuatu yang mengandung manfaat, kegunaan, kebaikan dan menghindarkan mudharat, kerusakan dan mafsadah. (jalb al-naf’y wa daf’ al-dharar). Imam Al-Ghazali menyimpukan, maslahah adalah upaya mewujudkan dan memelihara lima kebutuhan dasar, yakni agama, jiwa, akal, keturunan dan harta.[57]
Pengembangan ekonomi Islam (baik dari segi pengembangan manajemen sumber daya manusia) dalam menghadapi perubahan dan kemajuan sains teknologi  yang pesat haruslah didasarkan kepada maslahah. Para ulama menyatakan ”di mana ada maslahah, maka  di situ ada syariah Allah ”. Ini berarti bahwa segala sesuatu yang mengandung kemaslahatan, maka di sana ada syariah Allah. Dengan demikian mashlahah adalah konsep paling utama dalam syariat Islam. Oleh sebab itu system reward dan punishment merupakan suatu metode yang dapat meningkatkan etos kerja karyawaan, jika melihat dari segi mashlahah memiliki nilai legalitas formal. Artinya sah-sah saja diterapkan dalam dunia bisnis asal tidak bertentangan dengan nilai-nilai syari’ah.




                [1]Anwar Prabu Mangkunegara, Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan, (Bandung : Penerbit Remaja Rosdakarya, 2000), hlm. 47
                [2] Edytus Adisu, Hak Karyawan atas gaji Dan Pedoman Menghitung: Gaji Pokok,Uang Lembur, Gaji Sundulan, Insentif-Bonus –Thr, Pajak Atas Gaji, Iuran Pensiunan-Pesangon, Iuran Jamsostek/Dana Sehat, (Jakarta:Forum Sahabat, 2008), hlm. 76.
[3] John, M. Echols dan Hasan Sadily, Kamus Inggris–Indonesia, cet. Ke -17, (Jakarta: PT. Gramedia, 2003), hlm. 135.
[4]C.P. Caplin, Kamus Lengkap Psikologi, Terj. Kartini Kartono, cet. Ke-1, (Jakarta: Rajawali, 1989), hlm. 436.
[5]Muhammad Usman Najati, Psikologi Dalam Al-Quran, Terj. M. Zaka Al-Farisi, (Bandung : Pustaka Setia, 2005), hlm. 265.
[6]Abdurrahman An-Nahlawi, Pendidikan Islam Dirumah, Sekolah Dan Masyarakat, Terj. Shihabuddin, cet. Ke-1, ( Jakarta: Gema Insane Press, 1995), hlm. 295.
                [7]Peter Salim, Advenced English Indonesia Dictionary, Ed. Ketiga, (Jakarta: Modern English Press, 1991), hlm. 719.
                [8] M. Manullang, Dasar-Dasar  Manajemen, Cet. Ke-19, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1996), hlm. 7.
                [9] T.Hani Handoko, Manajemen Personalia Dan Sumber Daya Manusia, Edisi Kedua,
(Yogyakarta : BPFE UGM, 1995), hlm. 92
[10] A.D. Indra Kusuma, Pengantar Ilmu Pengetahuan, (Malang: Fakultas Ilmu Pendidikan IKIP, 1973), hlm.159.
[11] A.D. Indra Kusuma Pengantar Ilmu Pengetahuan, hlm. 159.
[12] Suwarno, Pengantar Ilmu Pendidikan, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1992), hlm. 115.
[13] M. Quraisy Shihab, Tafsir Al-Misbah, jilid. II, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), hlm. 21.
[14] Rizki Yunis Hapsara, Pengaruh Pemberian Insentif Dan Tunjangan Kesejahteraan Terhadap Produktivitas Kerja Karyawan Pada CV. Ar-Rahmah Panjang Surakarta, (Skripsi), (Surakarta : Universitas Muhammadiyah, 2010), hlm. 11.
[15] Heijrahman Ranupandojo dan Suad Husnan, Manajemen Personalia, Edisi Keempat, (Yogyakarta: BPFE UGM, 1996), hlm. 161.
                [16] Reward dan punishment, September 2008. Diakses pada tanggal 28 september 2012dari situs: http://ipdn-artikelgratis.campusonline.com/2008/09/sistem-reward-dan-punishment.
[17] M. Manullang, Dasar-Dasar Manajemen, hlm. 113.
[18] Panjdi Anoraga, Perilaku Organisasi, (Jakarta: Pustaka Jaya, 1995), hlm. 17.
[19] Ibid, hlm. 18
[20] Gary Dessler, manajemen personalia, (Terj. Benjamin Melan), Jilid II, (Jakarta: Prehelido, 1997), hlm. 411.
[21] B. Siswanto Sastrohadiwiryo, Manajemen Tenaga Kerja Indonesia, Pendekatan Administrasi Dan Operasional, (Jakarta: Bumi Aksara, 2002), hlm. 294.
[22] M. Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoretis Dan Praktis (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006), hlm. 189.
[23] Amir Daien Indrakusuma, Pengantar Ilmu Pendidikan (Surabaya: Usaha Nasional, 1973),
hlm. 140-142.
[24] M. Ngalim Purwanto, hlm. 189.
[25] Amir Daien Indrakusuma, hlm. 144-146
[26] Ahmad Ibrahim Abu Sinn, Manajemen Syariah, Sebuah Kajian Historis Dan Ketemporer, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008), hlm. 112.
[27] Ag. Soejono, Pendahuluan Ilmu Pendidikan Umum, (Bandung: CV.Ilmu, 1980), hlm. 169.
[28] Ibid, hlm. 413
[29] Sondang P.Siagian, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), cet. Ke 16. hlm. 265.
[30] J. Winardi, Manajemen Prilaku Organisasi, (Jakarta: Kencana, 2004), hlm. 119.
[31] Siswanto Sastrohadiwiryo, Manajemen Tenaga Kerja Indonesia, hlm. 267.
[32] Ibid, hlm. 268
[33] Ibid, hlm. 268
[34] Siswanto Sastrohadiwiryo, Manajemen Tenaga Kerja Indonesia, hlm. 270.
[35] Siswanto Sastrohaiwiryo, Pengantar  Manajemen, ( Jakarta: Bumi Aksara, 2009),
hlm. 123.
[36] Kenneth. N., Wexley, Gary A. Yuki, Perilaku Organisasi dan Psikologi Personalia, terj. Muh. Shobaruddin, (Jakarta:  2005), hlm. 100.
[37] Siswanto Sastrohadiwiryo, Pengantar Manajemen, hlm. 123.
[38] Abdurrahman Fathoni, Organisasi Dan Manajemen Sumber Daya Manusia, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2006), hlm. 136
[39] Siswanto Sastrohadiwiryo, Manajemen Tenaga Kerja Indonesia, hlm. 270.
[40] Edi Santoso, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Motivasi, Diakses pada tanggal 22 November 2010, dari situs http: //eaglessprit./com/html.
[41] Siswanto Sastrohadiwiryo, Manajemen Tenaga Kerja Indonesia, hlm. 292.
[42] Siswanto Sastrohadiwiryo, Manajemen Tenaga Kerja Indonesia, hlm. 269
[43] Wibowo, Manajemen Kinerja, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007), hlm. 136
               
[44] Siswanto Sastrohadiwiryo, Manajemen Tenaga Kerja Indonesia, hlm. 262.
[45] Muhammad Kosim, Antara Reward dan Punishment, Rubrik Artikel, Koran Kompas, Edisi Senin, 09 Oktober  2012 Hal. 1
[46]Warson Munawir, Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap, (Surabaya: Pustaka Progresif, 1997), hlm. 373.
[47]Abdurrahman An-Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah Sekolah dan Masyaakat, (Jakarta: Gema Insani Press, 1995).hlm. 57.
[48]Khalid bin Hamid al-Khazimi, Ushl al-Tarbiyat al-Islâmiyah, (Madinah al-Munawwarah: Dâr al-Dzamân, 2005), hlm. 393.
[49] Ibid, hlm.398
[50] Muhammad  Usman Najati, Psikologi dalam Al-Qur’an, (terj. M. Zaka Al-Farisi), (Bandung: Pustaka Setia, 2005), cet. Ke-1, hlm. 272.
[51] Imam Ahmad bin Muhammad bin Hanbal, As-Salasiat Fil Hadisi Nabawi al Kubisittah wa Musnad Ahmad, terj.Azis Noor & Ulin Nuha, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2009), cet. Ke-1. hlm.537

[53] Warson Munawir, Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap, hlm. 373.
[54] Muhammad Nashiruddin al-Albani, Shahih Sunan Abu Daud, terj. Abd Mufid Ihsan & M. Soban Rohmat, (Jakarta: Pustaka Azzam,2006), hlm.632.
[55] Wahbah Zuhaylî, Manhaj al-Tarbiyyat, hlm. 244
[56] Ibid, hlm. 244
[57]Agustianto, Filsafat Ekonomi Islam,di akses pada tanggal 19 Januari 2013, dari situs http://kampus-online. com /2011/07/-prinsip-ekonomi-islam/ hlm.5.

1 komentar:

  1. As reported by Stanford Medical, It is really the one and ONLY reason this country's women get to live 10 years more and weigh on average 19 kilos less than us.

    (And really, it has NOTHING to do with genetics or some secret exercise and absolutely EVERYTHING related to "how" they eat.)

    P.S, What I said is "HOW", not "WHAT"...

    CLICK on this link to discover if this short quiz can help you find out your real weight loss possibility

    BalasHapus